Ketika underwriter disodori proposal asuransi kapal (marine hull insurance), salah satu analisa awal yang perlu dilakukan adalah melihat ada tidaknya ketidakwajaran pada harga pertanggungan yang tercantum dalam proposal form. Hal ini berkaitan dengan analisa apakah premi yang diterima penanggung sudah cukup (fully insured) atau tidak.
Membicarakan asuransi kapal boleh dibilang tidak sesederhana membicarakan asuransi kendaraan bermotor atau asuransi kebakaran rumah tinggal. Tidak hanya soal coverage yang luas dan tata cara perhitungan klaim yang rumit namun dalam cara menentukan harga pertanggungan saja dapat menimbulkan pertanyaan yang sulit dipecahkan.
Ketidakmudahan menentukan harga pertanggungan asuransi kapal sudah dinyatakan oleh beberapa ahli di bidangnya, diantaranya Luki Lestiowati dalam Seminar Marine Hull Claim (16/05/2018) dimana terjadi kesulitan saat ingin mendapatkan harga asuransi (insured value) yang benar. Di sisi lain, tertanggung cenderung bertahan pada posisinya yang ingin membayar premi minimum.
Bahan bacaan yang penulis miliki dan dirasa cukup guna mengawali pembahasan tentang cara menentukan harga pertanggungan kapal adalah materi Training on Insurance Risk of Tug Boat and Barge yang diselenggarakan oleh PT Reasuransi Syariah Indonesia bekerja sama dengan PT Asuka Bahari Nusantara (April 2016). Dalam sesi berjudul “Sound Market Value atau Conditional Value ; Menentukan Value Sebuah Kapal” dijelaskan bahwa ship valuation (appraisal) biasanya diterbitkan oleh shipbroking company dan appraiser yang memiliki pengalaman luas mengenai jual beli kapal, dimana metode appraisal kapal pada dasarnya menggunakan 2 (dua) metode yaitu : (1) Sound Market Value, dan (2) Condition Value.
Sound Market Value
Perspektif dan ekspektasi pihak-pihak yang meminta valuasi atas objek kapal yang sama dapat diletakkan dalam sudut pandang yang berbeda dimana terdapat seseorang yang ingin memaksimalkan harga (a serious seller), ada seseorang yang ingin membeli kapal semurah mungkin (a serious buyer), ada seseorang yang ingin mendapatkan jaminan yang cukup atas pinjaman (a prospective lender), dan ada seseorang yang ingin mendapatkan pengembalian yang cukup (a prospective investor).
Pihak-pihak yang meminta valuasi harus sadar akan perbedaan di atas, dan kecuali diberikan instruksi khusus maka penilai (appraiser) akan mencari titik temu antara willing buyer dan willing seller. Meskipun diakui bahwa sebenarnya terdapat dimensi yang sangat kompleks untuk menilai harga kapal dengan baik. Dibutuhkan informasi tentang tipe, usia, ukuran kapal, dan sebagainya. Disamping itu hampir semua bisnis perkapalan dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi internasional. Permintaan di satu kesempatan dapat mengendalikan harga dan nilai. Pada kesempatan lain kelebihan penawaran dapat mengendalikan harga dan nilai akan turun. Contoh, ada 2 (dua) kapal tanker VLCC “Berger Forest” dan “Berger Fister” yang dibeli pada tahun 1991 dengan harga USD 35 juta per unit. Pada bulan Mei 2000, kapal tersebut dijual dengan harga USD 8 juta ke perusahaan pelayaran Egon Oldendorff. Artinya, hanya dalam kurun waktu 9 (sembilan) tahun, nilai kapal turun sebesar USD 27 juta !.
Karena pengukuran atas value kapal lebih ditentukan oleh kekuatan willing buyer dan willing seller maka dalam dunia perkapalan internasional, para pemilik kapal lebih merasa secured jika menjual atau membeli kapal melalui ship broker dan tidak pernah menjualnya secara langsung.
Condition Value
Condition value dapat diartikan sebagai “penilaian kapal didasarkan pada kondisi actual kapal yang sebenarnya”. Berbeda dengan sound market value, penilaian ini memerlukan inspeksi terhadap kapal yang akan dinilai agar si penilai mendapatkan gambaran yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Laporan mengenai isi sertifikat kapal, kondisi peralatan kapal, dan kondisi lambung kapal harus dijelaskan secara detail pada saat inspeksi berlangsung.
Referensi :
“Marine Hull Insurance” by Luki Lestiowati, 2018 “Sound Market Value atau Condition Value ; Menentukan Value Sebuah Kapal” by PT Asuka Bahari Nusantara, 2016