Melanjutkan artikel sebelumnya yang berjudul Mengapa Pasal-Pasal KUHD Masih tercantum dalam Wording PSAKI ?, kali ini penulis akan membahas satu per satu penyebutan KUHD dalam wording PSAKI baik dalam konteks mendukung pemakaian pasal-pasal KUHD maupun yang mengesampingkannya.
Adapun wording yang penulis pakai sebagai bahan kajian dalam artikel ini adalah wording PSAKI-AAUI yang dapat didownload di link http://aaui.or.id/kebakaran-indonesia/.
Pasal 2 PSAKI : Pembayaran Premi
Dalam pasal ini disebutkan “Menyimpang dari Pasal 257 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang…dst…”. Lantas apa sebenarnya isi dari Pasal 257 KUHD tersebut ?. Redaksional dari Pasal 257 KUHD berbunyi, “Perjanjian pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, malahan sebelum Polis ditandatangani, dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari tertanggung berjalan. Pengadaan perjanjian itu membawa kewajiban penanggung untuk menandatangani Polis itu dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung.”
Pasal ini hendak memberitahukan bahwa meskipun belum diterbitkan polis namun perjanjian asuransi dinyatakan sudah ada sejak tercapai kesepakatan diantara tertanggung dan penanggung. Artinya kontrak asuransi dapat merupakan kontrak informal dimana kekuatan hukumnya tidak bergantung pada bentuknya yang harus tertulis namun lebih kepada pemenuhan syarat-syarat sebuah perjanjian.
Aspek lain yang diatur dalam Pasal 257 KUHD adalah tentang berlakunya kewajiban antara penanggung dan tertanggung yang otomatis sudah harus dipenuhi saat tercapainya perjanjian asuransi. Dalam hal ini, tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi asuransi seketika itu juga. Maka dengan tujuan untuk memberikan kelonggaran atau kemudahan bagi tertanggung, ketentuan asal dari Pasal 257 KUHD ini dikesampingkan yaitu dengan mengubahnya ke dalam pemberian ketentuan tenggang waktu pembayaran premi asuransi yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender jika periode asuransinya minimal 30 (tiga puluh) hari kalender, atau sesuai jangka waktu asuransi apabila periode polisnya kurang dari 30 (tiga puluh) hari.
Pasal 4 PSAKI : Pindah Tempat dan Pindah Tangan
Pada pasal ini disebutkan pengesampingan Pasal 263 KUHD melalui redaksionalnya yang berbunyi “Apabila harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan pindah tangan baik berdasarkan suatu persetujuan ataupun karena Tertanggung meninggal dunia maka menyimpang dari Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Polis ini batal dengan sendirinya 10 (sepuluh) hari kalender sejak pindah tangan tersebut kecuali apabila Penanggung memberikan persetujuan secara tertulis untuk melanjutkannya.”
Isi asli dari Pasal 263 KUHD adalah sebagai berikut :
“Pada penjualan dan segala peralihan hak milik atas barang yang dipertanggungkan, pertanggungannya berlangsung untuk keuntungan pembeli atau pemilik baru, bahkan tanpa penyerahan, sepanjang mengenai kerugian yang timbul setelah barang itu menjadi keuntungan atau kerugian pembeli atau mereka yang baru memperolehnya; semua hal demikian berlaku kecuali bila dipersyaratkan sebaliknya antara penanggung dan tertanggung yang asli.
Bila pada waktu penjualan atau peralihan hak milik, pembeli atau pemilik baru menolak untuk mengambil alih pertanggungannya dan tertanggung asli masih tetap mempunyai kepentingan dalam barang yang dipertanggungkan maka pertanggungan itu akan tetap berjalan untuk kepentingannya.”
Pasal 4 PSAKI memberikan pembatasan kepada tertanggung dimana apabila harta benda yang dipertanggungkan pindah tangan atau kepemilikan maka polis asuransi akan batal dengan sendirinya di hari ke-10 (sepuluh) sejak terjadi pindah tangan tersebut (kecuali Penanggung memberikan persetujuan secara tertulis untuk melanjutkannya).
Pasal 15 PSAKI : Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap
Dalam pasal ini disebutkan, “Menyimpang dari Pasal 277 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dalam hal tejadi kerugian atau kerusakan atas harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan dan atau kepentingan yang dipertanggungkan dengan Polis ini, dimana harta benda dan atau kepentingan tersebut sudah dijamin pula oleh satu atau lebih pertanggungan lain dan jumlah seluruh harga pertanggungan polis yang ada (berlaku) lebih besar dari harga sebenarnya dari harta benda dan atau kepentingan yang dimaksud itu sesaat sebelum terjadinya kerugian, maka jumlah ganti rugi maksimum yang dapat diperoleh berdasarkan Polis ini berkurang secara proporsional menurut perbandingan antara harga pertanggungan polis ini dengan jumlah seluruh harga pertanggungan polis yang ada (berlaku), tetapi premi tidak dikurangi atau dikembalikan.”
Sedangkan Pasal 277 KUHD sendiri menyatakan, “Apabila berbagai penanggungan, dengan itikad baik, telah diadakan mengenai satu-satunya barang, sedangkan dalam pertanggungan yang pertama harga sepenuhnya telah dipertanggungkan, maka hanya pertanggungan pertama itu sajalah mengikat, sedangkan pada penanggung yang berikutnya dibebaskan.”
Ketentuan di atas berarti meniadakan prinsip kontribusi apabila terdapat 2 (polis) atau lebih atas objek pertanggungan yang sama dan tercapai harga pertanggungan penuh (fully insurance) pada polis yang pertama sekali diterbitkan. Polis kedua dan seterusnya tidak perlu ikut berkontribusi saat terjadi klaim karena sudah tercover di polis pertama.
Dengan pengesampingan Pasal 277 KUHD maka dalam kondisi terjadi double insurance, masing-masing polis akan bertanggung jawab atas klaim sesuai dengan bagian atau porsi yang seimbang (rateable proportion) tanpa memperhatikan polis mana yang terbit duluan.
Pasal 16 PSAKI : Subrogasi
Dalam pasal ini disebutkan, “Sesuai dengan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, setelah pembayaran ganti rugi atas harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan dalam Polis ini, Penanggung menggantikan Tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga sehubungan dengan kerugian tersebut. Hak Subrogasi termaksud dalam ayat ini berlaku dengan sendirinya tanpa memerlukan suatu surat kuasa khusus dari Tertanggung.”
Pasal 16 PSAKI di atas mendukung atau sesuai dengan semangat Pasal 284 KUHD yang menyebutkan, “Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh semua hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu; dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu.”
Apa yang disebutkan dalam Pasal 16 PSAKI dan Pasal 284 KUHD tersebut sejalan dengan salah satu prinsip dasar asuransi yaitu subrogasi yang berlaku universal dan sejalan juga dengan praktek asuransi yang berlaku dalam hukum Inggris. Prinsip yang satu ini menduduki posisi yang penting sebagai pendamping prinsip indemnity (corollary of indemnity) dimana tertanggung tidak berhak untuk memperoleh ganti rugi yang lebih besar dari jumlah indemnitas yang seharusnya ia terima.
Pasal 25 PSAKI : Penutup
Dalam pasal ini disebutkan, “Untuk hal-hal yang belum atau tidak cukup diatur dalam Polis ini berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan atau Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.”
Ketentuan ini diperuntukkan guna mengatur tata cara kontrak asuransi yang belum tertuang dalam terms and conditions wording PSAKI sehingga ketika muncul perselisihan antara tertanggung dan penanggung, aturan main yang dijadikan acuan tetap lengkap alias tidak terjadi kekosongan hukum.
Adapun secara hierarki, kedudukan KUHD tersebut setara dengan UU (Undang-Undang) sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hal ini juga diperkuat dengan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”