The Hague Rules

Sebagaimana sudah dibahas dalam tulisan sebelumnya bahwa kehadiran US COGSA dan sejenisnya ditujukan guna mendukung pelaksanaan The Hague Convention Rules. Lalu apa itu The Hague Convention Rules ?.

Sejak berkembangnya kebutuhan transportasi pengangkutan sebagai moda pengiriman barang maka di situlah muncul permasalahan tentang cakupan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat, minimal antara pengirim barang (shipper) dan pengangkut (carrier). Menjadi hal yang lumrah bilamana si pengirim berkeinginan agar kepentingan atas keselamatan barangnya dapat dioptimalkan, sebaliknya, pihak pengangkut berkeinginan untuk memikul tanggung jawab sekecil-kecilnya.

Atas tarik-menarik kepentingan di atas maka dibuatlah sebuah peraturan di tingkat global atau internasional yaitu International Convention for the Unification of Certain Rules Relating to Bills of Lading yang kemudian lebih dikenal sebagai ‘The Hague Rules’.

The Hague Rules berisi peraturan dalam rangka menyeragamkan hak dan tanggung jawab para pihak yang berkontrak dalam pengangkutan, terutama pengangkutan laut. The Hague Rules sendiri diprakarsai oleh International Law Association pada tahun 1921 di Den Haag yang kemudian disempurnakan di Brussel pada tahun 1924. Negara-negara yang menghadiri pertemuan tersebut lalu dianjurkan untuk mengadopsi ketentuan yang dituangkan dalam The Hague Rules. Salah satunya Amerika Serikat yang kemudian menerbitkan Carriage of Goods by Sea Act 1936.

Tanggung Jawab Pengangkut menurut The Hague Rules

Dari aspek periode waktu (durasi), tanggung jawab carrier dimulai sejak barang dimuat sampai dibongkar di tempat tujuan. Hal ini sesuai dengan bunyi Article 1 (e) The Hague Rules yang berbunyi,”Carriage of goods covers the period from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharged from the ship”.

Dalam prakteknya, batas tanggung jawab carrier menurut The Hague Rules meliputi sejak barang ‘dikaitkan’ pada sling lalu selama perjalanan, sampai barang itu lepas dari sling dan ‘menyentuh’ permukaan dermaga pelabuhan pembongkaran (disebut dengan istilah from end of the tackle to end of the tackle atau from tackle to tackle).

Selanjutnya, dalam Article III (1) The Hague Rules disebutkan bahwa sebelum atau pada saat dimulainya pelayaran, pihak pengangkut berkewajiban melaksanakan secara wajar untuk :

  • Menjadikan kapal layak laut (seaworthy).
  • Tercukupinya anak buah, perlengkapan, dan perbekalan kapal.
  • Menyiapkan dan membereskan semua ruangan kapal tempat pemadatan barang agar dapat tersimpan dan diangkut secara aman.

Kewajiban selanjutnya dari pengangkut adalah bahwa ia hendaknya memuat dengan pantas dan secara berhati-hati dalam menangani, memadati, mengangkut, menyimpan, menjaga, serta membongkar barang-barang yang diangkutnya itu.

Setelah hal itu terpenuhi semua, berikutnya, pengangkut atau master atau agen hendaknya menerbitkan Bill of Lading untuk kepentingan shipper.

Referensi :
Dr. H. Djafar Al Bram, S.H., S.E., M.H., M.M., Bc.KN., CPM., M.AP. 2011. Pengantar Hukum Pengangkutan Laut (Buku II): Tanggung Jawab Pengangkut, Asuransi, dan Incoterm. PKIH FH Universitas Pancasila.

kapal cargo

Share this article :

Disclaimer

All content and information on this website is published in good faith and for general information purpose only. We do not make any warranties about the completeness, reliability and accuracy of information on this site or found by following any link on this site. Any action you take upon the information found on this website is strictly at your own risk.

The owner will not be liable for any errors or omissions in this information nor for the availability of this information. The owner will not be liable for any losses, injuries, or damages from the display or use of this information.