Dalam dunia perbankan terdapat sejumlah potensi risiko kerugian bisnis yang dapat dialami dimana risiko tersebut dapat dibagi dalam 8 (delapan) kategori yaitu risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko strategik, risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko kredit.
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya melunasi cicilan pembayaran kreditnya kepada bank yang salah satunya dapat disebabkan oleh meninggalnya debitur di tengah periode kredit berlangsung. Disinilah pentingnya keberadaan Asuransi Jiwa Kredit (AJK) atau Credit Life Insurance.
Menurut OJK, Asuransi Jiwa Kredit (AJK) didefinisikan sebagai “produk kerja sama bank dengan perusahaan asuransi yang memberikan manfaat berupa pelunasan kredit kepada bank apabila seorang yang memanfaatkan fasilitas kredit (debitur) meninggal dunia”. Definisi lain diberikan oleh Smartasset, “credit life insurance pays a policyholder’s debts when the policyholder dies”. Equity Life Indonesia menuliskan, “Asuransi Jiwa Kredit (AJK) adalah program asuransi yang dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap jiwa kreditur (yang benar : debitur) sehingga pengembalian kredit sesuai dengan jadwal”.
Untuk melihat ada tidaknya asuransi jiwa kredit dalam dunia perbankan, salah satu caranya adalah kita bisa melakukan pengecekan pada dokumen perjanjian kredit kepemilikan rumah. Dalam sebuah dokumen perjanjian kredit pembelian rumah antara sebuah bank yang terkenal dengan program KPRnya dengan debitur misalnya, disebutkan dalam salah satu pasalnya ”bila debitur meninggal dunia, hak dan kewajibannya beralih kepada ahli waris kecuali ada wasiat tersendiri dari debitur”. Dari isi perjanjian ini dapat dilihat bahwa risiko kerugian bank atas meninggalnya debitur tidak serta merta dialihkan ke pihak perusahaan asuransi. Bank hanya mensyaratkan bahwa jika debitur meninggal dunia maka ahli warisnya-lah yang wajib meneruskan sisa pinjaman kredit plus bunga yang belum terlunasi debitur. Namun sistem ini pada dasarnya tidak dapat dianggap sudah memberikan tingkat keamanan yang optimal bagi pihak bank. Hal ini dikarenakan kemampuan ahli waris debitur melanjutkan pembayaran pengembalian kredit bank belum tentu sesuai dengan kenyataan. Dalam sebuah kasus, debitur bank yang meninggal dunia ternyata menyisakan hutang bank yang cukup banyak sehingga menjadi beban bagi ahli warisnya. Dan sayangnya, debitur bank dan istrinya pada saat awal melakukan penandatanganan kredit menolak untuk mengikuti Asuransi Jiwa Kredit (AJK) dengan alasan menambah biaya-biaya pengikatan perjanjian. Pada saat suaminya sebagai debitur bank meninggal dunia, istri dan keluarganya mengalami kesulitan melanjutkan cicilan pembayaran kredit ke bank. Penghasilan suami untuk membayar cicilan bank hanya didapatkan dari usaha yang dijalankan sedangkan ahli waris tidak mampu untuk melanjutkan usaha tersebut. Karena tidak ada penghasilan lain, satu per satu asset harta benda mulai dijual guna menutupi sisa cicilan kredit yang belum dilunasi suami. Dari peristiwa itu, sang istri dan keluarga baru menyadari akan pentingnya Asuransi Jiwa Kredit (AJK) untuk memproteksi risiko ketidakmampuan ahli waris saat debitur meninggal dunia sebelum periode kredit berakhir.
Insurable Interest Bank pada Asuransi Jiwa Kredit
Bank sebagai pemberi kredit akan mengalami risiko kerugian apabila penerima kredit (debitur) tidak dapat mengembalikan sisa pinjaman bank karena debitur tersebut meninggal dunia. Hal inilah yang menyebabkan pihak bank dikatakan memiliki insurable interest atas jiwa debiturnya. Dengan demikian pihak bank selaku pemberi kredit dapat mengasuransikan jiwa penerima kredit. Karena kepentingan keuangan bank tidak bersifat tetap jumlahnya namun menurun seiring dengan semakin kecilnya sisa pinjaman debitur maka jenis asuransi jiwa yang cocok dipakai di sini adalah asuransi jiwa berjangka menurun (decreasing term Insurance). Jenis asuransi ini mempunyai sifat atau karakteristik dimana jumlah manfaat akan menurun secara bertahap sepanjang periode asuransi. Misal, suatu asuransi jiwa berjangka menurun sebesar Rp 200.000.000,00 selama 20 (dua puluh) tahun akan membayarkan manfaat kematian sebesar Rp 200.000.000,00 pada awal tahun polis dimana akan semakin menurun dari tahun ke tahun hingga mencapai Rp 0,00 pada akhir tahun polis.