Di beberapa wilayah di Indonesia yang memiliki struktur geografis yang rendah dapat mengalami risiko terjadinya banjir, terutama di kala musim penghujan, dimana debit air yang tinggi yang tidak diimbangi dengan fasilitas saluran pembuangan yang memadai, dapat menyebabkan air hujan yang turun tidak segera terlimpas ke selokan pembuangan atau saluran drainase di kanan kiri jalan. Genangan air yang tidak segera mengalir itulah yang dapat menyebabkan terhambatnya laju kendaraan yang hendak lewat dan menimbulkan potensi terjadinya kerusakan atas kendaraan bersangkutan.
Banyak diantara calon nasabah maupun existing customer yang sudah ikut asuransi namun masih belum memahami secara utuh ketentuan-ketentuan (terms and conditions) yang tercantum dan diberlakukan dalam polis asuransi, termasuk pada polis asuransi kendaraan bermotor yang rata-rata sudah dimiliki oleh pemilik mobil, terutama yang berkategori mobil baru. Untuk itulah, menjadi tanggung jawab kita bersama agar nasabah dapat mengetahui dan menguasai produk yang dibelinya guna menghindari potensi perselisihan di kemudian hari. Dan perlu diingat juga bahwa prinsip utmost good faith tentunya tidak fair jika hanya dibebankan kepada tertanggung saja, namun juga wajib dipatuhi oleh penanggung. Salah satu kwajiban penanggung adalah mengungkapkan fakta-fakta polis, termasuk apa saja bahaya (perils) yang tidak serta merta dicover dalam polis asuransi kendaraan bermotor standard.
Sebagai informasi bahwa polis asuransi kendaraan bermotor standard yang berlaku di Indonesia menganut basis “named perils” dimana dalam hal klaim, tertanggung wajib membuktikan bahwa penyebab atas kerusakan atau kerugian yang dialami berasal dari bahaya yang dijamin polis (insured perils). Jika sebaliknya (perils yang ada tidak disebutkan dalam wording polis sebagai yang dijamin) maka klaim tidak dapat diproses lebih lanjut. Banjir adalah salah satu dari excepted or excluded perils dalam jaminan standard asuransi kendaraan bermotor, dimana pada Bab II Pengecualian PSAKBI disebutkan bahwa”pertanggungan ini tidak menjamin kerugian, kerusakan, biaya atas kendaraan bermotor dan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh, akibat dari, ditimbulkan oleh gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan, badai, tsunami, hujan es, banjir, genangan air, tanah longsor atau gejala geologi atau meteorologi lainnya” (Wording PSAKBI 2016 Pasal 3 ayat 3 butir 3.2).
Namun demikian, berbeda dengan asuransi kebakaran yang mencantumkan definisi banjir (sebagaimana disebutkan dalam Endorsemen 4.3A), dalam polis kendaraan bermotor tidak menyertakan secara jelas definisi banjir ini. Pada Bab III Definisi hanya disebutkan definisi atas perluasan jaminan kerusuhan, huru-hara, dan sejenisnya. Hal ini tentu saja dapat menjadi celah terjadinya perselisihan klaim antara tertanggung dan penanggung saat terjadi klaim.
Untuk sementara, mengikuti apa yang sudah disebutkan dalam asuransi kebakaran, dalam konteks asuransi kendaraan bermotor, banjir dapat didefinisikan sebagai “genangan air yang bersifat sementara pada daerah yang seharusnya tidak tergenang air yang disebabkan oleh melimpahnya air sungai, kali, kanal, saluran irigasi, drainase, danau, waduk, atau laut, termasuk akibat langsung dari hujan” (definisi ini diambil dari Endorsement 4.3A Lampiran III SE OJK No.S-76/NB.21/2014).
Dengan adanya pengecualian banjir di atas, diharapkan perusahaan asuransi dan agen-agen yang tergabung di dalamnya, dapat memberikan penjelasan yang memadai kepada calon customer maupun existing, bahwa perils banjir selama tidak diambil sebagai perluasan jaminan maka menjadi tidak tercover risiko kerusakan yang diakibatkannya, misal mesin mobil tidak bekerja, komponen elektrikal mengalami short, karpet kabin terkena lumpur, dan lain-lain.